Pupus

Selasa, 30 November 2021 13:15 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Klitih
Iklan

Tubuh Aji terkulai di ruang ICU Rumah Sakit Daerah. Nyawanya telah meninggalkan tubuhnya yang dingin dan pucat. Suara tangisan Ibu Aji terdengar jelas. Pupus sudah harapan Ibu Aji yang ingin melihat Aji menjadi seorang dokter. Pupus sudah harapan teman-teman sekolah Aji yang ingin melihat Aji berpacaran dengan Susi. Pupus sudah niat Susi untuk menjadi pacar Aji karena sekarang Susi ingin mencari pacar yang baik dan sederhana tidak seperti pacar-pacarnya dahulu yang walaupun terlihat bermasadepan cerah tapi ujungnya bikin sakit dan patah hati.

Bani dan Aji adalah sahabat. Mereka bersekolah di sekolahan yang sama yaitu SMA Hayam Wuruk yang biasa disebut SMA HW. Jarak rumah Bani dan Aji tidak jauh. Karena itu mereka sering berangkat dan pulang sekolah bersama. Biasanya Bani yang menjemput Aji dengan motor pitungnya. Motor lama yang klasik yang sekarang menjadi trend lagi di kalangan anak muda. Motor pitung punya Bani sudah dimodifikasi sehingga tidak tampak lagi sebagai motor tua. Cat hijau muda mewarnai body pitungnya. Keranjang sepeda terpasang di atas slebor depan menambah kesan klasik. Ruji-rujinya dicat krom warna silver menampakkan keanggunan sebuah motor klasik.

Hari itu seperti hari hari biasanya. Bani menjemput Aji untuk berangkat ke sekolah. Sekolahan mereka terletak di pusat kota Jogja sedangkan rumah mereka di pinggiran kota Jogja bagian selatan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hari itu cuaca cerah secerah masa depan mereka yang baru duduk di kelas 11. Masa SMA mereka adalah masa yang indah dimana mereka merasa bebas bisa melakukan apapun yang mereka mau tanpa ada beban yang dipikul dipunggung. Masa SMA mereka adalah masa yang paling indah menurut mereka karena bisa godain semua cewek yang mereka suka. Ya, masa SMA mereka seperti masa SMA kita semua yang katanya  adalah masa paling indah dalam hidup kita.


Sambil naik motor mereka berdialog.
" Cewek yang paling cantik di SMA kita sapa ji ? ", tanya Bani kepada Aji.
" Susi kalau menurutku ", jawab Aji.
" Kalau aku lebih suka Santi. Udah cantik, pintar, badannya bagus ", kata Bani.
" Ya selera orang beda-beda ", kata Aji.
" Sudah berapa jauh kamu mengenal Susi ji ? ", tanya Bani.
" Aku pernah maen ke rumahnya ", jawab Aji.
" Sudah berapa kali kamu ke rumah Susi ? ", tanya Aji lagi.
" Sebenarnya sudah berkali-kali tapi gak pernah ketemu ", jawab Aji.
" Terus yang ketemu berapa kali ? ", tanya Aji.
" Baru sekali ", kata Aji.
" Baru sekali ketemu cewek di rumahnya itu tandanya hubungan kamu dengan Susi belum apa-apa ji ", tambah Bani.
" Iya ni ", kata Aji mengiyakan pendapat sahabatnya.
Setelah itu suasana menjadi hening dan Bani kembali memacu motor pitungnya menuju SMA HW.

Sesampainya di sekolahan mereka sudah disambut oleh teman-temannya yang datang duluan.
" Tadi Susi lewat depan kelas kita lho ji ", kata Juno teman sekelas Aji.
" Iya ji, hari ini Susi kelihatan cantik banget ", tambah heru.
" Yah sayang aku enggak datang lebih awal ", kata Aji.
" Maaf teman-teman. Motorku kan motor lama jadi gak bisa digeber kayak motor-motor kalian yang model baru ", tambah Bani.
" Gak pa pa bro. Mungkin belum rejekinya ", kata Juno.
" Iya nanti juga ada jalan ", kata Heru sambil tertawa.
Dan merekapun melanjutkan ngobrolnya sambil menunggu guru datang.

Siang itu cuaca panas terik, kering, dan tak ada angin yang bertiup.
Bel sudah berbunyi tanda jam sekolah sudah berakhir.
" Kita mau kemana setelah ini ji ? ", tanya Bani.
" Gimana kalau kita ke rumah Doni aja ", kata Bani.
" Oke. Kalau ke rumah Doni si Juno dan Heru pasti ikut ", kata Bani.
" Ya gak pa pa. Malah ramai ", tambah Bani.
Dan merekapun menuju ke rumah Doni yang terletak di daerah Timoho dekat dengan balaikota.
Tak lama kemudian Juno dan Heru menyusul mereka ke rumah Doni.
Heru yang rumahnya di daerah Gowok dan dekat dengan rumah Doni sering mampir ke rumah Doni dahulu sebelum pulang ke rumah.

" Hari ini Susi terlihat cantik sekali ya ", kata Heru.
" Kalau aku suka ma Susi pasti langsung kutembak nanti malam ", tambah Juno.
" Kalian jangan gitu ah ", kata Aji.
" Memang kenapa ji ? ", tanya Bani.
" Sebenarnya aku pengen ngomong itu ke Susi tapi setiap aku ke rumahnya gak pernah ketemu ", kata Aji.
" Sabar ji. Nanti juga ada waktunya ", kata Juno.
" Iya ji. Tetap semangat, nanti kita bantu ", kata Heru.

Aji yang pemalu selalu membatalkan niatnya untuk menyatakan cintanya kepada Susi setiap bertemu Susi. Entah kapan Aji diberi keberanian untuk menyatakan cintanya kepada Susi.

Esoknya terdengar kabar kalau Susi menangis di kantin sekolah. Katanya habis diputusin pacarnya yang orang Akpol. Ya dari dulu Susi suka dengan pria-pria muda berseragam. Mantan-mantan pacar Susi kalau gak orang Akpol ya Akmil. Dia belum pernah berpacaran dengan anak SMA.
Saat menangis Susi berkata bahwa dia sudah terlalu sering disakiti oleh pria-pria muda berseragam. Sekarang dia ingin punya pacar anak SMA entah dari SMA HW atau SMA lainnya.
Dia juga mengatakan kalau Aji nembak dia pasti akan dia terima karena Aji orangnya baik, rajin, dan sopan. Kelemahan Aji dalam pandangan Susi hanya 1 yaitu pelupa. Aji sering berangkat ke sekolahan tapi lupa gak bawa tas sehingga harus pulang lagi untuk mengambil tasnya.

" Kamu yakin ingin menjadi pacar Aji ? ", tanya Cita sahabat Susi kepada Susi.
" Yakin Cit ", jawab Susi.
" Aku dukung Si, supaya kamu gak disakitin terus ", tambah Cita.
" Makasih Cit ", kata Susi.
" Kalau gitu aku mau ketemu Bani dulu untuk mengatur pertemuan antara kamu dan Aji ", kata Cita.
" Oke Cit, makasih banyak ya ", kata Susi.
" Iya Sus ", kata Cita.

Dan kemudian Cita pergi untuk bertemu dengan Bani.

Siang ini cuaca sangat cerah dan sejuk. Matahari bersinar terang dan angin bertiup sepoi-sepoi.

Seperti biasanya sepulang sekolah Bani dan Aji tidak langsung pulang ke rumah tapi pergi dulu ke rumah Doni. Sesampai di rumah Doni seperti biasanya sudah ada Juno dan Heru.
Motornya Heru dan Juno lebih baru daripada motor Bani jadi mereka bisa ngebut dan sampai di rumah Doni lebih dulu.

Sampai di rumah Doni mereka bercengkrama dan bercanda ria. Mereka bercanda ria sampai lupa waktu.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.

" Ayo kita pulang ni, sudah malam ", kata Aji kepada Bani.
" Baru jam 9 ji ", masih sore.
" Jangan gitu, aku gak enak sama ibuku. Dia pasti khawatir kalau jam segini aku belum pulang ", kata Aji.
" Oo gitu.. yaudah kita pulang sekarang aja. Gak baik bikin orang tua khawatir ", kata Bani.
" Siip ", kata Aji.

Tak lama kemudian setelah berpamitan dengan Doni mereka berdua meluncur dengan motor Pitung milik Bani.

Motor bergerak dengan kecepatan sedang melalui jalan kampung dari rumah Aji ke jalan yang besar. Sampai di jalan besar motor tetap bergerak dengan kecepatan sedang.

" Bisa lebih kencang gak ni ? ", tanya Aji kepada Bani.
" Enggak ji ini sudah maksimal. Maklum motor tua ", jawab Bani.
" Aku harus segera sampai rumah supaya ibuku tidak khawatir ", kata Aji.
" Maaf ji, ini sudah maksimal ", kata Bani lagi.
" Ya sudah gak pa pa ", kata Aji.

Akhirnya merekapun melanjutkan perjalanan dengan kecepatan sedang.

Perjalanan mereka sampai di jalan kapas. Terdengar raungan motor-motor dengan knalpot blombongan. Ada rombongan 6 motor yang menyalip motor tua milik Bani.

Tak disangka salah satu pembonceng motor berknalpot blombongan itu menyabetkan clurit ke arah Aji.

" Akh ! ", Aji merintih kesakitan.
" Kenapa Ji ? ", tanya Bani.
" Aku dibacok clurit ", jawab Aji.

Bacokan clurit itu membuat luka memanjang di punggung Aji. Darah keluar tak henti dari luka itu.
Tak lama kemudian Aji jatuh pingsan karena banyak darah yang keluar.
" Sadar ji, Bangun ji ", kata Bani panik.
Aji diam saja tak menjawab karena pingsan.
Bani antara bingung dan panik kemudian memacu motornya dengan kecepatan maksimal menuju rumah sakit daerah.
Sesampainya di rumah sakit, Bani membopong Aji menuju ke IGD.
Sesampai di IGD para perawat membawa Aji ke tempat tidur yang ada di IGD.
Tak lama kemudian dokter segera memeriksa kondisi Aji.

" Innalillahi wainnailaihi rojiun ", kata dokter IGD yang kemudian diikuti oleh para perawat.

Bani yang mendengarnya terkulai lemas tak berdaya. Dia tak menyangka harus kehilangan sahabatnya malam itu. Aji telah meninggal dunia karena kehilangan banyak darah karena luka bacok di punggungnya. Tubuhnya yang kurus tak mampu menahan nyawanya supaya tidak meninggalkan tubuhnya.

Saat itu memang sedang marak terjadi kejahatan klitih di kota Jogja. Klitih adalah kejahatan yang biasa dilakukan oleh remaja-remaja yang naik motor secara bergerombol dan menyabetkan senjata tajam seperti pedang, golok, dan clurit kepada siapa saja yang mereka temui di jalanan.
Aji menjadi salah satu korban kejahatan klitih diantara puluhan korban lainnya yang terpaksa harus meregang nyawa di jalanan akibat klitih.

Maka pupus sudahlah harapan ibu Aji yang ingin melihat Aji menjadi seorang dokter dan pupus sudah rencana Aji berpacaran dengan Susi.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Fath Aulia Muhammad

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Pupus

Selasa, 30 November 2021 13:15 WIB
img-content

Ngeliwet di Cicalengka

Rabu, 24 November 2021 06:51 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

Lihat semua